Muharram merupakan bulan yang sangat berpengaruh pada sejarah kehidupan umat Islam. Suatu bulan yang menjadi pembuka tahun dalam kalender Islam, Hijriyah. Suatu bulan yang penuh barokah dan rahmah, karena bermula dari bulan inilah –menurut dunia Islam- berlakunya segala kejadian alam ini. Bulan Muharram juga termasuk salah satu dari empat bulan yang dimuliakan Allah dalam al Qur’an (Al Taubah: 36).
Bulan Muharram Dalam Sejarah
Tradisi penanggalan Hijriyah dirintis pada masa kekhalifahan Umar Bin Khattab RA. Pada waktu itu muncul wacana diperlukannya penanggalan yang baku dan seragam untuk berbagai urusan kenegaraan dan kemasyarakatan. Kemudian, muncullah berbagai usulan dari para Sahabat. Pada akhirnya disepakati bahwa peristiwa hijrah Nabi SAW dari Makkah menuju Madinah dijadikan patokan dalam perhitungan awal tahun kelender Islam.
Dalam sejarahnya, Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M) pernah menerima surat dari Gubernurnya di Bashra Abu Musa Al Asy’ari yang menyebutkan pada awal suratnya berbunyi: “……menjawab surat Tuan yang tidak tertanggal…..”. Perkataan pendek yang tampaknya tidak begitu penting telah menarik perhatian Khalifah Umar, yaitu perlunya umat Islam mempunyai penanggalan yang pasti. Hingga akhirnya diadakan musyawarah khusus untuk menentukan kapan awal tahun baru Islam.
Dalam musyawarah yang dihadiri oleh para tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan sahabat itu, muncul beberapa usulan untuk menentukan kapan dimulainya tahun baru Islam. Di antara usulan tersebut terdapat pendapat yang mengatakan penanggalan Islam dihitung dari peristiwa penyerangan Abrahah terhadap Ka’bah, yang dikenal dengan sebutan “Amul Fiil” (tahun Gajah) dan itu sudah sering dipakai. Ada yang menyarankan penanggalan Islam dihitung dari turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah SAW, di mana waktu itu beliau secara resmi dilantik oleh Allah SWT sebagai Nabi dan Rasul untuk seluruh umat. Ada juga yang mengusulkan penanggalan Islam dihitung dari wafatnya Rasululah saw, dengan alasan pada waktu itu diturunkan wahyu terakhir yang menegaskan bahwa Islam sebagai agama yang sempurna. Dan ada pula yang berpendapat bahwa penanggalan Islam dihitung dari hijrahnya Rasullah saw dari Mekah ke Madinah, dengan alasan karena peristiwa itu merupakan pintu masuk kehidupan baru bagi Rasulullah SAW dan umatnya dari dunia kemusyrikan menuju dunia tauhid (Islam).
Setelah lama musyawarah bersama dengan berbagai pendapat dan argumentasi masing-masing, akhirnya disepakati bahwa usulan terakhir itu yang diterima (penanggalan Islam dihitung dari hijrahnya Rasullah saw dari Mekah ke Madinah), yang kemudian diumumkan oleh khalifah bahwa tahun baru Islam dimulai dari Hijrah Rasulullah Ssw dari Makkah ke Madinah.
Menariknya, meskipun awal bulan Muharram merupakan awal tahun bagi tahun Hijriyah, ternyata Muharram bukan awal permulaan hijrah Nabi SAW. Soalnya hijrah beliau jatuh pada permulaan bulan R. Awwal tahun ke-13 kenabian (14 Sept 622 M), bukan pada awal Muharram. Sedangkan antara permulaan hijrah Nabi Saw dan permulaan kalender Islam (Muharram) sesungguhnya terdapat jarak sekitar antara 62-64 hari, dan antara keduanya terdapat bulan Shafar.
Dalam kitab tarikh Ibnu Hisyam dinyatakan bahwa keberangkatan hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah pada akhir bulan Shafar, dan tiba di Madinah pada awal bulan R. Awal. Jadi bukan pada tanggal 1 Muharram sebagaimana anggapan sebagian orang.
Adapun penetapan Bulan Muharram sebagai awal tahun baru dalam kalender Hijriyah adalah hasil musyawarah para sahabat nabi SAW pada zaman Khalifah Umar bin Khatthab ra saat mencanangkan penanggalan Islam. Pada saat itu ada yang mengusulkan R. Awal sebagai awal tahun dan ada pula yang mengusulkan bulan Ramadhan. Namun kesepakatan yang muncul saat itu adalah bulan Muharram, dengan pertimbangan bahwa pada bulan itu telah bulat keputusan Rasulullah saw untuk hijrah ke Madinah pasca peristiwa Bai’atul Aqabah (ikrar penduduk Madinah yang datang ke Mekah untuk masuk Islam). Di mana saat ada 75 orang Madinah yang ikut baiat untuk siap membela dan melindungi Rasulullah SAW, jika beliau datang ke Madinah di kemudian hari. Dengan adanya bai’at ini, Rasulullah SAW pun melakukan persiapan untuk hijrah, dan baru dapat terealisasi pada bulan Shafar, meski ancaman maut dari orang-orang Quraisy senantiasa mengintai beliau.
Betapa besar dan berat perjuangan Rasul SAW waktu itu hingga setiap datang tanggal 1 Muharram, ingatan kita terlukis kembali pada puncak perjuangan beliau SAW 14 abad silam. Suatu perjuangan untuk membebaskan kaum muslimin dari kezaliman dan tindakan sewenang-wenang yang menimpa mereka dikarenakan tindakan orang-orang kafir tersebut semakin hari semakin meningkat pada taraf yang sangat membahayakan masa depan Islam dan kaum muslim. Dengan izin Allah SWT, Rasulullah SAW beserta para sahabatnya yang setia, akhirnya meninggalkan tanah kelahirannya yang tercinta Makkah Al-Mukarramah untuk pindah ke negeri yang baru yaitu Yastrib (Madinah).
Perpindahan beliau dari Makkah ke Yastrib inilah yang disebut “hijrah”, dan oleh Khalifah Umar bin Khattab dijadikan momentum dan starting point, pangkal tolok perjalanan sejarah Islam, dengan ucapannya: “Hijrah itu memisahkan antara yang hak dengan yang batil, karena itu jadikanlah catatan sejarah”.
Peristiwa hijrah Rasul Allah Muhammad saw dan para sahabatnya, bisa kita ambil sebagai suatu pelajaran berharga dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah SWT, tetapi seorang muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan di dalamnya.
Dalam sejarahnya, malam itu (menjelang hijrah) Rasulullah SAW akan keluar dari rumah. Sementara di luar rumah, orang-orang yang ingin membunuhnya sudah menunggu. Dengan izin Allah SWT (waja’alna min baini aidihim saddan wa min kholfihim saddan fa’aghsyainahum, fahum la yubshirun), baginda Nabi SAW bisa melewati para musuh yang telah mengepung rumahnya tadi dengan selamat.
Meskipun berhasil melewati mereka, beliau tetap harus bersembunyi dahulu di sebuah goa (tsur) karena musuh masih tetap mengejar. Namun mereka tidak berhasil dan beliau dapat meneruskan perjalanannya. Meskipun demikian pengejaran tetap dilakukan, tetapi Allah menyelamatkan beliau dan juga Abu Bakar yang menemaninya hingga sampai di Madinah dengan selamat. “Allah senantiasa akan menolong hambaNya selama ia mau menolong agamaNya”.
Perjalanan dari Mekah ke Madinah yang melewati padang pasir yang tandus dan gersang, telah beliau lakukan demi sebuah perjuangan yang menuntut sebuah pengorbanan. Namun beliau yakin bahwa dibalik kesulitan ada kemudahan “inna ma’al ‘usri yusron…”.
Begitu tiba di Madinah, dimulailah fase kehidupan baru dalam sejarah perjuangan Islam. Perjuangan demi perjuangan beliau lewatkan bersama para sahabat. Menyampaikan wahyu Allah, mendidik manusia agar menjadi masyarakat yang beradab dan terkadang harus menghadapi musuh yang tidak menginginkan akan hadirnya agama baru (Islam). Tidak jarang beliau turut serta ke medan perang untuk menyambung nyawa demi tegaknya agama Allah SWT, hingga Islam tegak sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk dunia saat itu. Lalu sudahkah kita berbuat untuk agama kita?
Jika dicermati dan direnungi dengan seksama apa yang terjadi dalam sejarah hijrah tersebut, pemilihan hijrah sebagai titik perhitungan kalender Islam sangatlah tepat. Di mana penetapan tersebut didasarkan pada esensi dari peristiwa hijrah itu sendiri, yaitu suatu gerakan umat secara kolektif dari dunia kegelapan kufur menuju kondisi yang lebih baik (Islam).
Daya revolusi dengan hijrah sebagai inspirasinya, tidak mungkin terjadi jika umat tidak menyediakan ruang koreksi bagi diri sendiri. Kita bisa sepakat bahwa pertambahan usia manusia berbeda dengan usia mobil yang kian bertambah. Manusia tua tidak sama dengan mobil tua. Jika mesin secara perlahan mengalami kerusakan mekanis, aus, berkarat, dan sebagainya, maka semua itu beda dengan manusia. Hakikat usia manusia terletak pada kesempatan untuk membentuk sikap dewasa dari masa ke masa.
Jika asumsi tersebut bisa diterima secara kolektif, usia peradaban manusia yang kian menua harusnya menuju pada kematangan atau kedewasaan. Namun, tampaknya yang terjadi tidak selalu demikian. Manusia kini memang banyak mengaku dirinya modern, namun sering alpa jika mereka adalah bagian dari alam semesta yang fana.
Peristiwa-Peristiwa Penting Yang terjadi Di Bulan Muharram:
A. Tanggal 1 Muharram – Khalifah Umar Al-Khattab mula membuat penetapan kiraan bulan dalam Hijrah.
B. Tanggal 10 Muharram dinamakan juga hari “Asyura” pada hari itu banyak terjadi peristiwa penting yang mencerminkan kegemilangan bagi perjuangan umat Islam yang gigih dan tabah dari menegakkan keadilah dan kebenaran.
Peristiwa penting lainnya yang terjadi pada tanggal 10 Muharram antara lain :
1. Nabi Adam bertaubat kepada Allah
2. Nabi Idris diangkat oleh Allah ke langit.
3. Nabi Nuh diselamatkan Allah keluar dari perahunya sesudah bumi ditenggelamkan selama 6 bulan
4. Nabi Ibrahim diselamatkan Allah dari pembakaran Raja Namrud
5. Allah menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa
6. Nabi Yusuf dibebaskan dari penjara
7. Penglihatan Nabi Yaakob yang kabur dipulihkkan Allah
8. Nabi Ayub dipulihkan Allah dari penyakit kulit yang dideritainya
9. Nabi Yunus selamat keluar dari perut ikan paus setelah berada di dalamnya selama 40 hari 40 malam
10. Laut Merah terbelah dua untuk menyelamatkan Nabi Musa dan pengikutnya dari tentera Firaun
11. Kesalahan Nabi Daud diampuni Allah
12. Nabi Sulaiman dikurniakan Allah kerajaan yang besar
13. Hari pertama Allah menciptakan alam
14. Hari Pertama Alllah menurunkan rahmat
15. Hari pertama Allah menurnkan hujan
16. Allah menjadikan ‘Arasy
17. Allah menjadikan Luh Mahfuz
18. Allah menjadikan alam
19. Allah menjadikan Malaikat Jibril
20. Nabi Isa diangkat ke langit.
Dikutip dari berbagai sumber.
0 comments:
Posting Komentar