Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya,Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman. Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya. Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu suci” kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham
keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih
kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah. Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya.
Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg
maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga.
Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu sebelah selatan Kabupaten Demak Lagu Kidung Lingsir Wengi merupakan salah satu pakem lagu gending Jawa yang bernama Macapat. Macapat ini terdiri dari 11 pakem, yaitu Dandhanggula, Mijil, Pocung, Megaruth, Gambuh, Sinom, Maskumambang, Pangkur, Durma, Asmarandana, dan Kinanthi. Lagu Kidung Lingsir Wengi ini termasuk dalam pakem Durma. Setiap tembang dalam Macapat mencerminkan watak yang berbeda-beda. Durma mencerminkan watak suasana/sifat yang keras, sangar dan suram, bahkan terkadang mengungkapkan hal-hal yang mengerikan atau angker dalam kehidupan. Oleh karena itu, lagu Kidung Lingsir Wengi dinyanyikan dengan vokal yang sangat menyayat hati dan dikidungkan dengan perasaan.
Seperti inilah bait syair yang ada dalam lagu Lingsir Wengi :
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno
Ojo tangi nggonmu guling
Awas jo ngetoro
Aku lagi bang wingo wingo
Jin setan kang tak utusi
Dadyo sebarang
Wojo lelayu sebet
Ada kidung rumekso ing wengi (lagu yang mengalun ditengah malam). Yang menjadikan kuat selamat terbebas dari semua penyakit. Terbebas dari segala petaka. Jin dan setanpun tidak mau. Segala jenis sihir tidak berani. Apalagi perbuatan jahat, guna guna tersingkir. Api menjadi air. Pencuripun menjauh dariku.
Segala bahaya akan lenyap.
Semua penyakit pulang ketempat asalnya. Semua hama menyingkir dengan pandangan kasih. Semua senjata tidak mengena. Bagaikan kapuk jatuh dibesi. Segenap racun menjadi tawar. Binatang buas menjadi jinak. Pohon ajaib, tanah angker, lubang landak, gua orang, tanah miring dan sarang merak.
Kandangnya semua badak. Meski batu dan laut mengering. Pada akhirnya semua slamat. Sebab badannya selamat dikelilingi oleh bidadari, yang dijaga oleh malaikat, dan semua rasul dalam lindungan Tuhan. Hatiku Adam dan otakku nabi Sis. Ucapanku adalah nabi Musa.
Nafasku nabi Isa yang teramat mulia. Nabi Yakup pendenganranku. Nabi Daud menjadi suaraku. Nabi Ibrahim sebagai nyawaku. Nabi sulaiman menjadi kesaktianku. Nabi Yusuf menjadi rupaku. Nabi Idris menjadi rupaku. Ali sebagai kulitku. Abubakar darahku dan Umar dagingku. Sedangkan Usman sebagai tulangku.
Sumsumku adalah Fatimah yang amat mulia. Siti fatimah sebagai kekuatan badanku. Nanti nabi Ayub ada didalam ususku. Nabi Nuh didalam jantungku. Nabi Yunus didalam otakku. Mataku ialah Nabi Muhamad. Air mukaku rasul dalam lindungan Adam dan Hawa. Maka lengkaplah semua rasul, yang menjadi satu badan.
Satu hal yang selalu dak melekat pada orang tua jawa dahulu, mereka biasanya jarang tidur malam untuk sholat dan ibadah malam hari, jika punya anak kecil mereka selalu nembang sembari menidurkan anaknya, tiap tembang dinyanyikan dengan lembut dan penuh perasaan, sang anakpun akan merasa nyaman dan tertidur. Didalam tembang atau kidungpun akan berisi dengan syair syair kehidupan dan nasihat untuk kebaikan.
Karena kebiasaan nembang ditengah malam yang sunyi untuk menina bobokan anaknya maka banyak mereka yang tidak paham akan salah mengartikan isi lagu tersebut. Logikanya klo tengah malem nidurkan anak dengan lagu heavy metal rasanya gak nyambung deh, Coba deh klo lagu Nina Bobo di translate dalam bahasa jawa trus ditembangin malem hari, apa mau disebut lagu pemanggil Kuntilanak?? Jadi syair yang tersirat dalam sebuah kidung harusnya disikapi dengan bijaksana, jangan membelokan arah sebuah lagu yang syairnya bagus seperti lingsir wengi dikonotasikan sebagai lagu pemanggil setan, jin, mahluk halus apalagi kuntilanak. Coba deh dengerin banyak langgam jawa untuk menidurkan anak yang penuh dengan harapan, nasihat dinyanyiin sendiri, pasti ada perasaan nyaman dan tenang, ingin download lagu jawa atau tembang / langgan "Tak Lela Lela Ledhung" silahkan Klik Disini
Untuk lagu Lingsir Wengi silahkan download Disini
Jadi lagu Lingsir Wengi bukan lagu pemanggil mahluk ghaib, setan, setan, ataupun kuntilanak, tapi lagu yang berisi pesan tersirat untuk kebaikan. Jauhilah syirik lewat mistis, semoga bermanfaat untuk kebenaran.CBM
kalo info berita jangan sembarangan, itu yang dari sunan kalijaga rumekso ing wengi bukan lingsir wengi secar beda jauh, artinya juga beda...
BalasHapusBener kawan, "rumekso ing wengi" karya sunan kalijaga, yang jadi konotasi negatif lingsir ing wengi yang banyak versi mulai dari yang dinyanyikan didi kempot dan versi lain,
BalasHapusSaya coba meluruskan yang negatif dari sebuah karya yang mulia jadi jangan salah persepsi.
Masalah juga karena keyword dan penempatan dalam label yang kurang pas.
Coba deh dibaca ulang dengan seksama pasti ketemu maksud yang saya tuju..dari kontennya.
Thanks sobat atas kunjungan dan komentarnya.
BalasHapusapa bedanya lingsir wengi dan rumekso ing wengi?
BalasHapusLingsir Wengi adalah lagu campursari pop jawa termasuk OST film horor yang bernuansa mistik, sedangkan
HapusRumekso Ing Wengi adalah kidung karya Sunan kalijaga yang bermakna tentang kearifan hidup dan lebih mengarah kepada keselaraan bathin, pujian, kepada kuasa dan kasih sayang Allah.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusthanks infonya, kalo boleh tau, jadi lingsir wengi itu artinya apa dan biasanya dinyanyikan untuk apa dan kepada siapa lagu ini dinyanyiin?, makasih ^^
BalasHapusartinya ada di atas pada postingan sobat, tidak ada persembahan khusus kok ini kidung biasa yang sering dinyanyikan para orang tua pada saat menina bobokan anak kecilnya, atau seorang mbah atau nenek klo dijawa yang menghibur dengan kidung disaat cucunya mau berangkat tidur..
HapusBeda lagi klo yang versi campur sari apalagi yang untuk OST film, syairnya bisa diplintir demi mengejar kesan horor..