Kisah cinta populer Romeo dan Juliet karya William Shakespeare dari benua eropa siapa yang tidak kenal,
Begitu juga kisah cinta Layla Majnun dari timur Tengah. Yang ini Romeo dan Juliet dari Indonesia yaitu kisah Roro Mendut, kisah ini berasal tepatnya di Pati sebuah daerah di pesisir utara Jawa tengah. Berdasar cerita rakyat yang melegenda tentang Roro Mendut dan Panacitra.
Mendut adalah nama perempuan cantik yang terlahir dari Desa Trembagi Pati. Walau ini kisah nyata, tapi rakyat lebih memahaminya sebagai hikayat atau dongeng. Roro Mendut hidup pada masa kekuasaan Sultan Agung Hanyokrokusumo ( Raja Mataram ) yang beragama Islam dan terkenal karena menyerang kedudukan Kompeni Belanda di Batavia pada tahun 1628 dan 1630 melalui Long March besar besaran.
Jadi kisah Roro Mendut diperkirakan sekitar dekade awal tahun 1600 M.
Mendut atau Roro Mendut sejak kecil diasuh oleh Adipati Pati. Kadipaten Pati ( namanya Pesantenan awalnya ) karena penghasil santan yang kesohor dan terkenal dan dikenal juga dengan penghasil dawet atau cendol, yaitu minuman khas Jawa yang menggunakan santan. Kadipaten Pati adalah sebuah kadipaten kecil yang masih belum bisa ditaklukkan oleh Mataram. Ada juga kisah kalau Pesantenan sempat jatuh di tangan Demak pada masa ekspedisi Trenggono ( Raja ke-3 ) setelah Raden Patah dan Pati Unus alias Pangeran Sabrang Lor.
Trenggono sendiri naik takhta setelah menyingkirkan Pangeran Sekar Sedo ing Lepen, yang dibunuh oleh anak Trenggono, yaitu Sunan Prawoto. Trenggono akhirnya tewas diracun oleh pemuda berusia 10 tahun yang menyamar sebagai pelayan minuman. Trenggono terbunuh dalam usaha penaklukan kerajaan di Jawa Timur. Trenggono terkenal getol mencaplok kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Pantura atau pesisir.
Setelah runtuhnya Demak dan ditariknya kekuasaan ke pedalaman Pajang oleh Jaka Tingkir, Pajang makin masuk ke pedalaman selatan dan menjadi Mataram. Sultan Agung ketika menjabat raja Mataram, juga hendak menguasai kerajaan kerajaan kecil yang masih berserak di pulau Jawa. Demi mempersatukan tanah Jawa demi mengusir penjajah Belanda ( VOC ).
Politik yang dijalankan oleh Sultan Agung saat itu, jika harus melawan Belanda dengan senjata tak bisa berjalan mulus, maka dijalankanlah usaha persaudaraan dengan perkawinan. Diutuslah Tumenggung Wiraguna untuk menaklukkan Pati. Setibanya rombongan Mataram di Pati dan bertemu dengan Adipati maka Pati sepakat mengakui kekuasaan Mataram.
Sebagai tanda telah ditaklukan, Adipati menyerahkan gadisnya kepada Tumenggung Wiraguna. Dipilihlah gadis asuhnya yang bernama Mendut. Lalu Mendut diboyong ke Tlatah Mataram. Layaknya kisah percintaan yang mengoyak hati, pada saat itu Mendut sudah menjalin cinta dengan seorang pemuda bernama Panacitra. Pabacitra pun tak rela jika kekasihnya diambil orang, maka Panacitra pun mengikuti jejak mendut ke Mataram. Setibanya di Mataram, Panacitra menyamar menjadi "Pekatik" (pegawai yang merawat kuda kerajaan). Karena itulah jalinan kisah asmara mereka berdua antara Panacitra ( romeo ) dan Roro Mendut ( juliet ) tetap berjalan walau backstreet. Begitulah cara Panacitra dan Mendut bisa bertemu dan saling melepas rindu.
Roro Mendut sendiri tak sudi bakal disunting oleh si tua Wiraguna. Roro Mendut dibiarkan beberapa waktu agar tumbuh lebih dewasa oleh Wiraguna. Mendut tak suka hidup di lingkungan keraton, diapun diperbolehkan keluar dari lingkungan istana asalkan dia bisa mencari nafkah sendiri.
Mulailah Roro Mendut menghidupi dirinya sendiri dengan berjualan rokok. Setiap pria baik tua maupun muda sangat terkesima atau istilah remaja sekarang berucap "WOW gitu" karena pesona kecantikan Roro Mendut. Rokoknya laris manis terjual, karena tiap rokok yang dijual dilinting dan dilem menggunakan ludah dari bibir gadis cantik Roro Mendut.
Akhirnya hubungan Roro Mendut dan Panacitra tercium juga oleh Wiraguna. Karena tak rela hadiah yang diberikan oleh Kadipaten Pati ini direnggut oleh seorang pemuda desa rendahan kere, Sang Tumenggung pun bisa kalap dan bermata gelap serta emosi. Lalu ditantanglah Panacitra untuk duel maut oleh Wiraguna.
Namanya juga pemuda ndeso, Panacitra sangat minim pengalaman tarung apalagi melawan Tumenggung,
Bisa ditebak hasil smackdown antara Tumenggung Wiraguna dan pemuda ndeso Panacitra ini.
Panacitra akhirnya tewas dengan dada tertembus keris tumenggung. Roro Mendut pun bersedih karena pujaan hatinya tewas, keluarlah sumpah serapah dari mulutnya kepada Wiraguna, Bagaimanapun caranya dio tak akan bisa miliki oleh Wiraguna. Lalu dicabutlah keris yang menancap dari tubuh kekasihnya,
kemudian diakhirilah hidupnya sendiri dengan menghujanmkan keris ke dadanya sendiri.
Begitulah Kisah Cinta abadi yang tidak kesampaian antara Roro Mendut dan Panacitra dari tanah jawa, dengan romantika percintaan yang tidak kalah seru dengan kisah cinta antara romeo dan Juliet dari eropa.Apapaun ceritanya yang namanya asmara dalam sebuah hubungan percintaan selalu punya cerita dan kenangan tersendiri. Khayalan, angan, benci, rindu, amarah, cemburu, selalu menyertai hati tiap orang yang dirudung cinta. Tiap cerita romantis selalu ada dan akan tetap ada dimuka bumi ini.
Dari cerita ini jugas orang jawa sudah mengenal rokok dan tembakau ada di pulau jawa.
Babad ing Sangkala menceritakan bahwa tembakau mulai digemari di Nusantara khususnya orang Jawa saat
Panembahan Senapati pendiri Mataram Islam wafat, yakni tahun 1523 Saka (1601 M). Berita babad yang lumayan menjadi pentunjuk bahwa setidaknya di awal abad ke-17 tembakau mulai popular di Mataram, ternyata didukung oleh tulisan Edmund Scott, kapten loji Inggris yang tinggal di Banten tahun 1603-1604. “Mereka (orang Jawa) gemar akan tembakau dan opium,” tulisnya. Rupanya saat itu sudah lazim bagi orang mencampur tembakau dengan candu alias opium untuk dikonsumsi; hanya saja kita tak tahu apa tembakau dan candu saat itu dikunyah atau dihisap—yang jelas kombinasi ini memabukkan. Dari sini mari kita bayangkan sementara bahwa kemungkinan besar tembakau telah digemari di masa sebelumnya, sekitar abad ke-16, dan pada momen-momen tertentu telah mengganti peran sirih-pinang sebagai pewangi dan pembersih mulut, dan tentu asapnya mulai menyaingi asap dupa.
Pada masa itu, selain dikunyah seperti cengkeh (di Cina para pejabat kekaisaran diharuskan mengunyah cengkeh sebelum menghadap kaisar agar mulut mereka wangi), tembakau dihisap dengan cara digulung dalam selembar daun jagung yang mana di ujung terkecil dari lintingan itu diikat oleh seutas benang, dan setelah siap lintingan pun dibakar. Dalam hal ini, untuk menambah sensasi bagi pembeli yang kebanyakan pria, Rara Mendut memolesi gulungan tembakau dengan ujung lidahnya sebelum diserahkan kepada si pembeli. Maka, sangat masuk akal jika si gadis menjualnya lebih mahal dari rokok kebanyakan.
Saat VOC mulai mendirikan benteng di Jawa di Jakarta (Batavia) lalu Jepara, kebiasaan menghisap tembakau mulai bervariasi. Jika sebelumnya dibakar melalui lintingan, maka tembakau mulai dibakar melalui pipa. Alkisah, saat menghadap istana Karta di Mataram utusan Kompeni menghadiahi Sultan Agung sebuah pipa berpolet emas sebagai langkah diplomasi, selain sejumlah barang antik lainnya seperti pedang panjang,
baju zirah serta tutup kepala dari besi, jam pasir, dan kompas.
Yang menjadi pertanyaan: sejak kapan tembakau ditanam di Jawa? Tak ada data sejarah yang menjelaskan kapan budidaya tembakau dimulai dan oleh siapa dan di mana. Rumphius, ahli botani yang banyak meneliti tumbuhan di Maluku abad ke-17, pun mempertanyakan apakah tanaman ini khas Jawa. Yang sudah jelas, sepanjang abad ke-18 budidaya tembakau berkembang di Jawa tanpa peran apa pun dari bangsa Eropa. Di awal abad ke-19 wilayah Kedu dan Banyumas merupakan penghasil tembakau, baik untuk konsumsi lokal maupun diekspor ke pulau-pulau lain di Nusantara.
Sangat mustahil membakar tembakau tanpa daun jagung di masa itu. Sama halnya dengan tembakau, awal tanaman ini belum dapat dipastikan. Seorang ahli bernama J.S. Wigblodus percaya bahwa masuknya jagung ke Jawa menyusul penjelajahan Benua Amerika oleh Colombus di abad ke-15. Tetapi secara etimologis, jagung bisa berasal dari gabungan dua kata: jawawut agung alias jewawut besar (konon jawawut adalah sejenis padi gogo yang pertama dikembangkan di Jawa dan dari kata ini asal kata Jawa berasal). Ahli lain bernama M.D.W. Jeffreys bahkan telah membuktikan bahwa jagung sudah ada lebih awal di Nusantara sebagai jenis “jagung pra-Colombus”.
Sebagai komoditas industri, tembakau sejak 1626 sudah dijual oleh Kompeni di Batavia.
Perusahaan asing tersebut mencium nilai bisnis tembakau, komoditas penting yang juga digemari orang Eropa. Selanjutnya, rokok tembakau baru dicampur cengkih pada 1880 yang dipopulerkan oleh Haji Djamari. Dari suara yang ditimbulkannya, “kretek, kretek”, jadilah rokok temuan Djamari disebut rokok kretek. Dari sini, industri rokok berkembang luas di Jawa Tengah sebagai industri rumahan, yang kemudian dikuasai pengusaha pengusaha berdarah Tionghoa sebagai industi yang menjanjikan hingga kini.
Sumber : Berapa Artikel Internet google dan editan admin.
Image : Google image.
Selasa, 05 Februari 2013
- Selasa, Februari 05, 2013
- Cybermales
- Romantic Memory
- No comments
0 comments:
Posting Komentar