Mengenai jenis bom yang digunakan untuk teror belakangan ini, berdasarkan keterangan Keterangan Kepala Satuan Brigade Mobil Polda Metro Komisaris Besar Imam Sujarwo, daya ledak dan rekayasa teknik empat paket bom buku itu mirip dengan bom rakitan yang meledak di Pasar Sumber Arta, Kali Malang, Kelurahan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, 30 September 2010.
Namun, Imam Sujarwo belum bisa memastikan apakah ada kaitan antara kasus ledakan bom rakitan di Kali Malang ini dengan empat paket bom buku. ”Tetapi, yang jelas, bomnya mirip satu sama lain,” ujarnya.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun, sistem switch bom buku tersebut menyerupai granat, yaitu press and release. Begitu terpencet dan terangkat, bom akan meledak. Namun, daya ledaknya rendah dan tidak ada gotrinya sehingga tidak memiliki daya pencar tinggi dan tidak mematikan, tetapi melukai dan membuat teror atau intimidasi.
Penyesatan yang cermat
Pengirim paket bom buku ini pun tampak melakukan penyesatan dengan cermat. Alamat pengirim yang dituliskan terbukti bukan sekadar mencantumkan alamat.
Alamat pengirim bom buku ke musisi Ahmad Dhani, misalnya, tertulis atas nama Alamsyah Mukhtar di Jalan Dermaga, Nomor 21, Bogor, Jawa Barat. Hasil penyisiran Polres Bogor, Jawa Barat, tidak ada nama Jalan Dermaga. Yang ada adalah Jalan Raya Dramaga yang oleh warga Bogor kerap disebut sebagai Jalan Dermaga, yaitu di Kecamatan Dramaga. Namun, di sana pun hanya ada nomor 22, yaitu warung mi ayam. Alamat dengan nomor 21 tidak ada.
Penyesatan serupa juga ditemukan pada alamat pengirim bom buku kepada Ulil Abshar Abdalla dan Gories Mere yang tertulis di Jalan Bahagia, Gang Panser, Nomor 29, Ciomas, Bogor, dengan nama Sulaiman Azhar. Meski wilayah Ciomas sudah disisir hampir 90 persen, alamat dan nama pengirim tidak ditemukan.
Begitu pula alamat pengirim bom buku yang ditujukan kepada Yapto S Soerjosoemarno yang tertulis di Jalan Cikaracak, Gang Melati, Nomor 29, Jasinga, Bogor, dengan nama Busro Jahul. Tidak ditemukan jalan dan gang itu, yang ada hanya nama Desa Cikaracak.
Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar menegaskan, nama Sulaiman Azhar yang digunakan pun tak ada pada daftar buronan kasus teror. Nama itu diduga fiktif dan digunakan untuk mengelabui.
Kapolri minta masyarakat untuk waspada
Markas Besar Kepolisian Negara RI meminta masyarakat meningkatkan kewaspadaan.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo menyebut, paket bom buku ini memiliki modus berbeda dengan bom-bom sebelumnya sehingga perlu diperiksa lebih mendalam. ”Ini merupakan modus baru,” katanya.
Komisaris Besar Boy Rafli Amar juga meminta masyarakat mewaspadai paket yang dikirimkan orang tak dikenal. ”Segera laporkan ke Polres terdekat agar polisi mengantisipasi,” ujarnya.
Dengan kondisi seperti ini, menurut Boy, siapa saja bisa menerima paket bom. ”Bukan berarti saya mengatakan bisa ada kejadian lagi. Harapan polisi tentu tidak ada lagi,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai menduga, ancaman-ancaman bom yang marak akhir-akhir ini menunjukkan radikalisme tetap tumbuh.
Oleh karena itu, lanjut Ansyaad, segala hal yang dianggap menghambat atau orang-orang yang dianggap musuh oleh kelompok radikal harus diperangi. Aksi teror, termasuk ancaman bom, dianggap sebagai upaya untuk memerangi kelompok yang dianggap musuh.
Ansyaad mengakui, intelijen belum kuat untuk mencegah aksi-aksi terorisme. ”Tidak ada intelijen di suatu negara yang tidak kecolongan terhadap aksi terorisme,” katanya saat ditanya apakah intelijen kecolongan menghadapi aksi terorisme.
Ansyaad menjelaskan, di Indonesia, intelijen belum memiliki landasan hukum untuk mencegah aksi-aksi terorisme. Oleh karena itu, Undang-Undang (UU) tentang Terorisme harus segera direvisi.
Menurut Ansyaad, UU tentang terorisme perlu mengatur bahwa tindakan-tindakan awal yang mengarah pada terorisme atau aksi terorisme, seperti menebar kebencian dan permusuhan terhadap kelompok lain, merupakan suatu kejahatan.
Selain itu, hakim pun perlu membuat putusan yang berat bagi pelaku aksi terorisme. Putusan yang ringan membuat pelaku cepat keluar dari lembaga pemasyarakatan dan kembali memulai aksi terorisme.
Ini kesimpulan sikat dari seorang perwira kepolisian.
Terlalu mudah buat kesimpulan, intelegen toh bukan hanya BIN ada intelegen TNI dan Ada intelegen dari kepolisian, juga ada intelegen kejaksaan, yang selama ini mandul alias tidak berfungsi.
0 comments:
Posting Komentar